Akhmad Rosano Minta Tiga Rumah Milik WNA asal Jepang di Shangrila Gargen Sekupang segera Dikosongkan

Akhmad Rosano Minta Tiga Rumah Milik WNA asal Jepang di Shangrila Gargen Sekupang segera Dikosongkan

Ketua DPP LSM Suara Rakyat Keadilan (SRK), Akhmad Rosano.

Dinamika Kepri, Batam - Tiga rumah milik Miyamoto Noriko (korban=red), Warga Negara Asing (WNA) asal Jepang, di Perumahan Shangrila Gargen Sekupang, Batam, Kepri yang saat ini diduga dikuasai oleh mantan suami korban, Suryoto bin Mardiono  dan salah seorang oknum pengacara berinisial (RR), diminta agar segera dikonsongkan karena akan diambil oleh alih warisnya, demikian kata Ketua DPP LSM Suara Rakyat Keadilan (SRK), Akhmad Rosano, Minggu (18/8/2019).

Tak hanya itu, Akhmad Rosano yang telah diberikan kuasa penuh oleh pihak keluarga korban, juga mengatakan akan mempidanakan orang-orang terlibat di dalamnya.

"Kita sudah meminta kepada yang bersangkutan agar rumah itu segera dikosongkan. Tak hanya itu, pihak-pihak yang terlibat juga akan kita pidanakan, karena telah mengusai yang bukan haknya," tukas Akmad Rosano.

Kata dia, Miyamoto Noriko si sang pemilik rumah telah meninggal tahun 2018 yang lalu, dan untuk mengambil alih ketiga  rumah itu, Itsuo Sugiura dan Hiroto Shimoono keluarga mediang, telah memberikan kuasa penuh kepadanya.

Tak hanya dari pihak keluarga mediang, pihak Konsulat Jepang yang berkantor di Medan yang mengetahui masalah itu, kata dia juga telah memberikan sinyal penuh padanya agar permasalahan itu dapat segera diselesaikannya dengan baik.

Beralihnya penguasaan rumah itu ke RR dan mantan suami korban, Akhmad Rosano menduga ada konspirasi dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang ikut memuluskannya, sehingga mereka itu dapat mengusai rumah milik korban dengan mudah.

Kata dia, sebelum Miyamoto Noriko meninggal dunia, pada tanggal 4 November 2015, korban telah melaporkan kejadian yang dialaminya ke Polresta Barelang, namun tidak ada kelajutan dari laporan itu, sehingga membuat si oknum pengacara RR dan Suryoto itu diduga dapat leluasa mengusai rumah milik korban.

Salah satu rumah milik korban di Perumahan Shangrila Garden, Sekupang, Batam, Kepulauan Riau. 
Kata Rosano, selain dua rumah milik korban telah dijual, saat ini satu rumah milik korban telah dijadikan oknum pengacara RR jadi kantornya.

"Sebelumnya korban sudah pernah melaporkan Suryoto ke polisi, namun sampai korban meninggal dunia, tidak ada kelajutannya, akibatnya membuat mereka merasa merdeka untuk mengusai rumah korban itu," ujar Rosano.

Saat ditanya awak media ini, bagaimana kronologis rumah korban itu bisa dikusai oleh kedua orang itu, kata Rosano itu berawal saat di masa hidupnya Miyomoto Noriko meminta jasa RR sebagai pengacara untuk mengurusi permasalahan tagihan macet ke Bank Perkreditan Rakyat (BPR), padahal rumah- rumah milik korban itu, tidak ada sangkut pautnya dengan BPR yang dimaksud.

Awalnya, korban ingin mengurus pembayaran kelanjutan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) ke empat rumahnya ke Batam.

"Karena korban tidak memahami bagaimana cara mengurus pembayaran UWTO, ia lalu menyuruh suaminya Suryoto untuk mengurusnya. Merasa percaya, korban lalu menyerahkan keempat sertifikat  rumah miliknya ke Suryoto, dan  uang Rp.600 juta," terangnya.

"Rumah korban itu ada empat, satu dihuninya. Jadi yang bermasalah itu ada tiga rumah. Yang satu jadi kantornya oknum pengacara itu, sedangkan dua lagi telah dijual diduga dilakukan Suryoto dan  istri mudanya, Ratna Maharani," lanjut Rosano.

Kata Rosano, karena erasa percaya suaminya itu, korban pun tidak lagi menayakan kelanjutannya. Namun setelah beberapa tahun kemudian, korban menerima surat tagihan kredit macet dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Padahal korban tidak ada sangkut paut dengan BPR itu.

Setelah diusut-usut, ternyata sertifikat rumahnya yang diserahkan kepada Suryoto itu, diduga diagungkan Suryoto ke BPR untuk mendapatkan pinjaman.

Tak terima atas perbuatan Suryoto, korban lalu melaporkannya ke Polresta Barelang, nomor LP B/1408/2015/Kepri/SPK Polresta Barelang dengan pengaduan tindak pidana penggelapan dan atau pemalsuan tandatangan.

Kata Akmad Rosano, dalam kasus ini ada berbagai pihak dengan sejumlah 11 tergugat. Pihak-pihak tersebut diduga melakukan persengkokolan jahat untuk menghilangkan aset senilai 4 miliar rupiah lebih milik WNA asal Jepang itu.

Saat ini, apa yang dialami korban asal Jepang ini, telah menjadi perhatian publik, di mana seorang WNA yang berjuang hidup di Batam malah dipermainkan oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab demi memenuhi hasrat keserakahannya.

"Artinya dengan adanya kejadian ini, bisa dipastikan sangat berpengaruh negatif besar dan menjadi citra buruk bagi bangsa indonesia di mata dunia internasional," tutup Akhmad Rosano.(Ag)
Halaman :

Lebih baru Lebih lama